Powered By Blogger

Minggu, 21 Agustus 2011

AYUS DAN SILUQ (versi Dayak Tonyooi)

Pada zaman dahulu, hiduplah Ayus dan Siluuq. Keduanya merupakan kakak beradik. Ayus berjenis kelamin laki-laki dan Siluuq adalah perempuan. Ayus berwatak suka masuk hutan dan berburu, sedangkan Siluuq adalah seorang petugas ritual belian.
 Ayus setiap hari pergi berburu, sedangkan Siluuq pergi mengobati orang meminta bantuannya dengan ritual belian.
Pada suatu hari Ayus pergi ke hutan untuk berburu dengan membawa seeokor anjing  dan tombak.  Setibanya Ayus di dalam hutan, maka anjingnya dengan gesit mengejar dan menyalak binatang buruannya, yakni babi hutan. Suara anjing menyalak tersebut seakan memecahkan keheningan rimba belantara. Tidak susah bagi Ayus dan anjingnya untuk mendapatkan binatang buruan, karena anjingya itu sangat galak dan buas terhadap binatang buruan yang ditemuinya. Ayus juga memiliki keahlian untuk menangkap binatang buruannya. Setelah membunuh babi hutan itu, maka segera dibawanya pulang untuk secepatnya dimasak.
 Sesampainya di rumah, maka Ayus langsung mencincang daging babi tersebut, kemudian Ayus memerintahkan adiknya,  Siluuq untuk segera memasak daging babi tersebut. ”Siluuq …!”, kata Ayus memanggil adiknya. Tolong kamu masak daging babi ini … !.
 “Ah,  saya tidak bisa … , kamu saja yang memasak …!, jawab Siluuq tegas dan ketus.
 Lantas Ayus menjawab lagi, “Lho … apa yang membuatmu tampak repot sekali …?
Siluuq menjawab, “Saya harus segera datang ke tempat orang yang sakit, mereka baru saja datang ke mari minta bantuan saya untuk mengobati keluarganya yang sakit parah di rumahnya.”
Dengan agak jengkel Ayus menjawab i, “Setiap hari kerjamu itu-itu saja, pergi dan pergi terus, tidak pernah betah di rumah dan mengurus kegiatan di rumah kita ini.”
Namun Siluuq tetap pada pendiriannya, “Pokoknya kamu saja yang memasak daging babi hutan itu”.
Perdebatan sengit tidak dapat terelakkan lagi antara Ayus dan adiknya. Setelah Siluuq mendengar kakaknya yang marah-marah, maka ia ingin segera pergi jauh-jauh dari kakaknya, tetapi kakaknya selalu tidak mengizinkan. Akhirnya Siluuq berkata kepada Ayus, “Kalau kamu marah-marah terus dengan saya, maka lebih baik saya pergi dari rumah ini, dan biarlah kita hidup dengan kesibukan pekerjaan kita masing-masing”.
Dengan perasaan marah sang kakak menjawab, “Tidak bisa … pokoknya kamu tidak bisa pergi … dari rumah kita ini”.
Karena tidak mau ribut, kali ini Siluuq membatalkan kepergiannya, dan mereka menjadi damai dan tidak bertengkar lagi. Sejak itu, apapun yang mereka kerjakan selalu bersama-sama, kalau kerjaan itu  menyangkut pekerjaan di rumah. Tanpa disadari oleh Siluuq dan Ayus bahwa kebiasaan-kebiasaan mereka kembali terulang, yaitu Ayus pergi berburu, sedangkan Siluuq pergi mengobati orang sakit.
Di suatu pagi yang cerah, Ayus pergi berburu babi hutan yang merusak tanamannya di ladang malam tadi, dengan membawa satu ekor anjing dan sebuah tombak, sedangkan Siluuq ditinggalkannya sendirian di rumah. Dalam tempo yang tidak terlalu lama, Ayus sudah kembali dari hutan dan membawa pulang seekor babi. Sesampainya di rumah, maka disuruhnya Siluuq untuk memasak daging babi yang sudah dicincang di hutan tersebut. “Dik, panggil kakaknya, tolong kamu memasak daging babi hutan ini secepatnya, agar kita cepat makan dan tidak membusuk.” Tetapi apa yang terjadi, ternyata perintah kakaknya itu tidak digubris samasekali oleh Siluuq, bahkan dijawab dengan nada semakin menantang suruhan kakaknya itu kali ini.
Siluq menjawab, “Wah … tidak bisa kak …, karena saya buru-buru pergi mengobati orang yang sedang sakit keras. Tadi ada orang yang meminta bantuan saya.” Pokoknya kakak saja yang memasak, karena kakak tidak pergi kemana-mana lagi bukan ...?”
Perdebatan kali ini juga membuat Siluuq benar-benar kesal mendengar kakaknya yang selalu marah kepadanya, sehingga membuat Siluuq semakin nekat untuk pergi dari rumahnya. Siluuq berkata,  “Pokoknya saya harus pergi dari rumah ini, karena saya sudah tidak betah tinggal di rumah ini.”
Ayus mendengar omelan adiknya demikian, maka bertambah marah dan tetap melarang adiknya pergi dari rumah mereka. Ayus berkata, “Tidak bisa … sekali saya katakan tidak bisa,  ya tetap tidak bisa”, bentak Ayus kepada adiknya.
Siluq pun menjawah dengan tegas, “Biar kakak melarang saya untuk pergi, tapi saya tetap harus pergi. Ini demi kebaikan kita berdua, kalau kakak rindu kepada saya, maka kakak bisa saja pergi ke tempat saya.”
Meski telah ada penjelasan simpatik dari Siluuq tersebut, namun tetap saja Ayus melarang adiknya itu pergi, tapi Siluuq kali ini tidak menghiraukan lagi nasihat dari kakaknya.
Di pagi hari yang cerah, sang mentari menerangi cakrawala, kicau burung seakan-akan mengiringi  kepergian Siluuq, sebab Siluuq memang benar-benar pergi dari rumah. Segala kebutuhan di perantauan termasuk ayam kesayangannya, tak luput dibawanya serta, dengan hanya memakai sebuah sampan, Siluuq  milir ke Bilukng Belau.
Ayus sang kakak tetap tidak mengizinkan adiknya pergi, sehingga Ayus membuat batu penghalang di setiap sungai yang akan dilalui oleh Siluuq, tetapi upaya tersebut tidak membuahkan hasil. Begitu batu penghalang itu selesai diciptakan oleh Ayus, maka suara kokok ayam Siluuq ternyata sudah berada jauh di sebelah hilir dari batu penghalang tersebut. Penghadangan demikian telah banyak dibuat oleh Ayus, agar adiknya tidak dapat pergi, namun semuanya tidak membawa hasil apa-apa, hingga akhirnya Siluuq sampai ke tujuannya, yaitu  Bilukng Belau.
Akhirnya Ayus dengan susah payah tiba juga di Bilukng Belau lantaran mengejar Siluuq, adiknya itu. Ayus dan Siluuq kembali hidup bersama di Bilukng Belau, tetapi bukan diartikan sebagai suami dan isteri, tetapi hanya sebatas hubungan kakak dengan adik, karena memang mereka bersaudara.
Dari sehari, sebulan bahkan hingga bertahun-tahun mereka hidup dengan tenteram dan damai. Namun, kebiasaan-kebiasaan mereka yang dulu kembali kambuh lagi.
Pada suatu hari, Ayus pergi berburu ke  dalam hutan belantara dengan seekor anjingnya. Tak lama lama anjing itu telah menyalak dengan seru sebagai pertanda bahwa telah ada binatang buruan. Dengan keahlian sang anjing, bahwa binatang buruan tersebut sudah mati diterkam anjingnya itu, tanpa bantuan Ayus sendiri. Ayus tinggal mengambil saja bangkai binatang tersebut dan membawa pulang.
Seperti kebiasaanya dulu, Ayus menyuruh adiknya memasak dan selalu mendapat sanggahan dari adiknya. Perseteruan kembali terjadi antara kakak-adik tersebut. Kali ini Ayus benar-benar marah kepada adiknya, sehingga adiknya itu mau dibunuhnya pada saat perkelahian tersebut.
Ayus berkata dengan geram, “Lebih baik kamu ini saya bunuh saja daripada saya mengharapkan kamu, namun kamu selalu tidak mau membantu saya,” ancam sang kakak.
Siluuq pun menjawab dengan tegar, “Silahkan saja kalau memang kamu berani membunuh saya”.
Ayus mengambil tombaknya dengan maksud membunuh Siluuq, tetapi tidak berhasil, karena Siluuq melawan dan merampas tombak yang dipegang Ayus. Ayus tidak bisa berbuat apa-apa lagi, karena semua senjatanya sudah berada dalam tangan Siluuq.
Siluuq sendiri hanya berniat merampas semua senjata dari tangan kakaknya, bukan bermaksud membunuh kakaknya. Namun Siluuq melampiaskan kemarahannya terhadap anjing kesayangan Ayus. Siluuq menendang anjing tersebut, sehingga berubah menjadi makhluk yang suka mengganggu pikiran manusia. Setelah itu Siluuq menendang babi hasil buruan Ayus yang berubah menjadi pohon bakau. Ayus hanya dapat berdiam diri melihat kesaktian adiknya tersebut.
Tidak hanya itu saja yang dilakukan oleh Siluuq, tetapi ia mengusir kakaknya, agar pulang ke Kampung halaman, yaitu ke  Benaliiq, di hulu muara Sentawar.
Konon kelakuan anjing yang disihir oleh Siluuq tadi, bisa merasuki pikiran orang, sehingga orang yang tadinya pendiam menjadi nakal. Orang yang patuh kepada orang tuanya, bisa berubah jadi berani melawan orang tuanya sendiri, dan masih banyak lagi kelakuan manusia yang aneh-aneh yang berasal dari sihir Siluq tersebut.
“Lebih baik kamu pulang saja ke Benaliiq dan membawa anjing jelekmu itu, karena anjingmu itu sangat senang merusak pikiran orang.”, kata Siluq setelah agak reda amarahnya.
“Biar kamu tidak menyuruh saya pulang, toh saya akan tetap pulang juga,” sambung Ayus.
Ayus berangkat mudik melalui sungai Mahakam dan singgah sebentar di Kutai Lama. Di Kutai Lama pada waktu itu telah diadakan Upacara Erau. Ayus mampir di Kutai Lama dengan maksud hanya menonton saja, akan tetapi Ayus malah ikut ambil bagian dalam sebuah pertandingan. Pertandingan tersebut adalah pertandingan yang disebut “tapi”  atau bebintisan atau adu kekuatan kaki. Satu persatu orang di situ sudah dikalahkan oleh seseorang yang sangat tangguh, sehingga tak seorang pun lagi yang berani menantangnya.
Orang itu mengundang, “Ayo … siapa lagi yang berani menantang saya, maka silahkan maju … ?” Tak seorangpun di antara penonton di arena itu yang berani menyambut tawaran tersebut.
Ayus merasa jengkel dan kesal melihat kecongkakan orang tersebut. Maka Ayus berkata, “Tunggu … saya yang akan bertarung dengan anda, seraya Ayus memukul-mukul dadanya sendiri.” Pertandingan itu dimenangkan oleh Ayus. Bintisan Ayus menyebabkan kaki pemuda tadi patah dan hancur sehingga  pemuda itu hanya bisa menggelepar-gelepar di tanah. Melihat pemuda tadi telah kalah dan tidak ada lagi yang bisa melawan Ayus bahkan sebaliknya mereka malah ingin membunuh Ayus. Jika keinginan membunuh Ayus itu pun gagal, toh  mereka sepakat untuk mengusir Ayus dari Kutai Lama.
Ayuus kemudian mudik ke hulu melalui sungai Mahakam dan singgah di Muara Pahu, dan di sinilah Ayus menunjukkan kesaktiannya dengan menancapkan tiang Lamin Raden Baroh, sehingga hampir setinggi tiang juga masuk ke dalam tanah.
Dari Muara Pahu, Ayus mudik lagi menuju ke Jelauu, di tempat ini kembali Ayus membuat patung yang menyerupai dirinya sendiri yang disebut Batuuq Sepatukng Ayus.
Dan Ayuus terus mudik sungai Pahu dan sampai ke Jerakng Dasak, di tempat ini pula Ayus memperlihatkan kesaktiannya di daerah tersebut, yaitu dengan memutar balikan pohon benggeris yang berdiameter delapan depa di situ, sehingga pohon benggeris terbalik, dengan daunnya di tanah dan akarnya di sebelah atas.
Ayus hanya sampai di daerah tersebut saja dengan memperlihatkan kesaktiannya, dan kemudian kembali milir dan masuk sungai Mahakam menuju tempat kelahirannya di Benaliiq di hulu muara sungai Sentawar. Dengan demikian, akhirnya Ayus dan Siluuq benar-benar berpisah menjalani kehidupan masing-masing untuk selama-lamanya.

sumber : http://djlantang09.blogspot.com/2010/10/ayus-dan-siluq.html

6 komentar:

Pohon yang dibalik ayus ini ada bukti sejarah nya sampai sekarang pohon itu ada.yang menarik adalah pasir mengkalin ayus dan ciluk moyang nya orang pasir,dayak juga begitu,kutai juga begitu namun versi kuta ada tiga saudara ayus(kuat)-cilux(jenang/sakti)-ongo(hali/bego) tapi yang jelas kesamaan cerita ada yaitu;ayus diam di otak sungai(hulu sungai) cilux diam di dihilir sungai(laut lepas)mereka dikatan orang gaib yang masih hidup sampai sekarang hanya akan mati saat kiamat.konon erau tahun 1982 ada kemunculan cilux di kedaton kutai pada saat itu museum mulawarman.dikapal ia menjadi orang tua jelek penuh tai mata namun setalah menginjakan kaki nya di dermaga museum dia menjelma menjadi dara jelita yang sangat cantik,orang-orang dikapal pun heran melihat pakain dan rupa nya yang berubah itu belarian datang menghampiri nya untuk bertanya siapa dia.Dia menjawab aku adalah cilux.perlu di ingat erau 1982 adalah upacara adat erau teramai dalam sejarah kutai terama pengunjung dan manusia.Dalam pertikaian ayus dan cilux mengangkat sumpah:ayus aku akan mendiami otak sungai,cilux aku akan berdiam di laut lepas.inilah janji yang memisah kan mereka ketika ongo adik terakhir dibunuh ayus saudara cilux.tapi di bengalon kutai timur ada goa/gunung batu yang menurut legenda setempat dibelah oleh ayus dan digunung masih ada kapak batu besar nya sampai kini.jauh dari ini semua cerita jaman dewa-dewa sakti bukan berasal dari mana tempat dan asal muasal kejadian nya bahwa cerita ayus dan cilux adalah legenda/cerita rakyat kalimantan yang merupakan kekayaan khazanah bangsa indonesia

Koreksi maap lagi ngantuk saat nulis bukan erau 1982 tapi erau 1992.Dan di kutai pun mengabadikan nama ayus kedalam hubi/singkong raksasa yaitu ubi ayus/hubi sayus adalah singkong yang berbuah menahun dalam ukuran jumbo

seperti apaun versinya dapat kita simpulkan bahwa bagi orang Kutai dan dayak Ayus dan silu adalah nenek moyang dua suku besar di kalimantan

Kirain ayus cuma ada dipaser aja

kayanya bakal ngabisin 1 kodi kertas klo detailnya legenda ayus ini

menurut versi dan cerita turn temurun agak berbeda....tapi menurut kisah para leluhur pasti akan berengkarnasi keda anak cucunya....dan menyampaikn cerita sejarah yg sebenar nya....selalu ingat adat budaya adalah jatidiri kita dan bangsa....kepercayaan bisa berubah....tempat tinggal bisa berpindah....adat budaya jangan di rubah jangan di lupa....agar kita aman sentoas....

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More